Memahami Signifikansi Debat Pemilu
Kendari (29/1). Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, mengajak rakyat Indonesia untuk menghadapi tahapan Pemilu dengan kepala dingin dan pendekatan rasional. Salah satu tahapan krusial adalah debat capres dan cawapres, yang seringkali memicu berbagai emosi pemirsa.
Debat Pemilu: Bukan Hanya Pertunjukan
“Debat capres dan cawapres bukan hanya ajang kampanye, tetapi juga platform untuk memaparkan program dan saling menguji kandidat. Ini tidak hanya mengenai pemahaman isu-isu nasional dan global, tetapi juga merupakan pertunjukan untuk menarik simpati,” ungkap KH Chriswanto dalam Konsolidasi Organisasi DPW LDII Provinsi Sulawesi Tenggara, 27-28/1.
Pengaruh Terbatas pada Pemilih Rasional
Dalam konsolidasi di Ponpes Al-Manshurin, Kota Kendari, KH.Chriswanto menjelaskan bahwa debat kandidat jarang mempengaruhi elektabilitas dan popularitas capres-cawapres. “Hanya 2-3 persen pemilih yang mengubah pilihan setelah menyaksikan debat, umumnya kalangan terdidik yang bersikap rasional,” tutur mantan politisi Golkar Jawa Timur.
Pemilih Tradisional dan Rasional
KH Chriswanto mengelompokkan pemilih Indonesia menjadi dua kelompok utama: pemilih tradisional dan rasional. Pemilih tradisional cenderung memilih berdasarkan budaya, ideologi, karakter, profesi, dan spiritualitas, sementara pemilih rasional lebih fokus pada program kerja kandidat. “Mengubah pilihan pemilih tradisional sangat sulit,” ungkapnya.
Bahaya Disinformasi melalui Potongan Debat
Yang patut dikhawatirkan adalah penyebaran potongan debat dengan tujuan disinformasi di media sosial. “Sebagian besar pemirsa hanya melihat 5 menit pertama, bahkan banyak yang hanya menonton setengah acara,” ujar KH Chriswanto mengutip hasil penelitian lembaga survei.
Memahami Potensi Dampak Negatif
Potongan debat yang disebar bertujuan untuk memperbesar jumlah simpatisan atau menciptakan lebih banyak pengkritik terhadap capres-cawapres tertentu. Namun, pemilih tradisional tidak tergoyahkan dan malah bisa menjadi lebih emosional dan marah jika kandidat mereka diserang. “Hal ini dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa,” keluhnya.
Dewasa dalam Menyikapi Debat Capres
KH Chriswanto mengajak semua pihak untuk bersikap dewasa dalam menghadapi debat capres. Meskipun hati mungkin panas, kepala harus tetap dingin. “Jangan aktif menyebarkan potongan debat kepada orang lain. Satu orang yang emosional dapat mempengaruhi orang lain untuk ikut emosi, yang pada akhirnya bisa menimbulkan kemarahan publik,” ujar KH Chriswanto.
Menerima Konsekuensi Demokrasi
Dia juga menyerukan penerimaan konsekuensi dari demokrasi Indonesia yang terlanjur liberal, di mana setiap orang bisa berkomentar apa saja. Hak untuk berbicara dan memilih harus diimbangi dengan kewajiban menjaga kondusivitas Pemilu agar berjalan dengan damai.
Demokrasi yang Selaras dengan Keindonesiaan
KH Chriswanto berpendapat bahwa demokrasi Indonesia, sebagai produk Barat, perlu terus disempurnakan agar sejalan dengan nilai-nilai keindonesiaan. Ini mencakup pendekatan musyawarah dan partisipasi publik. “Demokrasi Indonesia adalah musyawarah mufakat yang selaras dengan Pancasila, sesuai dengan prinsip demokrasi deliberatif yang melibatkan partisipasi publik,” tuturnya.
Harapan untuk Pemilu yang Damai dan Demokratis
KH Chriswanto berharap bahwa tensi tinggi dalam politik menjelang Pemilu akan membangkitkan kesadaran setiap warga negara. Tujuannya adalah mewujudkan Pemilu yang damai, demokratis, dan jujur. Sebuah langkah menuju impian para pendiri bangsa, dengan memilih presiden dan wakil presiden yang akan membangun Indonesia sejahtera dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
ldii ok