Jakarta (25/12). Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama, pada (25/9). Perpres ini bertujuan untuk menghadirkan negara sebagai rumah bersama yang adil dan ramah, untuk menjalankan kehidupan beragama yang rukun, damai, dan makmur, sekaligus penyelarasan relasi agama dan negara.
Melihat pentingnya sikap toleransi dalam menjalankan moderasi beragama, DPP LDII menghelat Focus Group Discussion (FGD) Kebangsaan bertema “Menjajaki Pentingnya Penyusunan Undang-Undang Toleransi” yang digelar di Gedung DPP LDII, Jakarta pada Sabtu (23/12).
FGD tersebut mengundang Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Balitbang Kemenag, Mastuki sebagai narasumber. Pada kesempatan itu, ia mengungkapkan agama dalam satu sisi secara ideal merupakan alat pemersatu keberagaman. Tetapi pada realitanya, agama dalam masyarakat plural atau majemuk seperti masyarakat Indonesia, bisa melahirkan masalah atau konflik atas berbagai alasan.
“Setiap pemeluk agama meyakini agama dan ajaran agamanya itu tidak salah. Tetapi menjadi bermasalah ketika keyakinan kebenaran agama yang dianut itu diberlakukan kepada umat penganut agama atau ajaran agama diluarnya atau bisa disebut absolutely absolute atau non toleran,” ucap Mastuki.
Konflik atas nama agama muncul akibat berbagai perspektif baik secara norma maupun respon suatu golongan. “Hal inilah yang menjadi landasan dasar bahwa diperlukan sikap toleransi dalam umat beragama,” lanjutnya.
Berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama, serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik. “Sehingga dalam tantangan tersebut masyarakat yang beragam perlu berkontribusi dalam mengelola keragaman tafsir keagamaan, dengan cara mencerdaskan kehidupan keberagamaan,” tambahnya.
Ia melanjutkan relasi agama dan negara menjadi perbincangan yang menarik. Hal ini menurutnya dapat diturunkan menjadi definisi empat indikator utama yang meliputi komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi.
“Toleransi merupakan menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat. Menghargai kesetaraan dan sedia bekerjasama,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan sikap toleransi tentunya merupakan hasil dari kontribusi agama dan umatnya, sehingga tercipta kerukunan atas keberagaman agama di Indonesia.
“Sehingga kita semua berupaya bersama-sama agar Perpres No. 58 tentang Moderasi Beragama, bisa menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis, damai, dan toleran sehingga Indonesia maju,” tutupnya. (inggri/LINES)
LDII ok