Jakarta (21/10). Proyeksi demografi Indonesia pada tahun 2045 menunjukkan potensi bonus demografi, berkat dominasi usia produktif dalam komposisi penduduknya. Peluang ini perlu dimaksimalkan dengan memajukan pendidikan karakter untuk menyambut era Indonesia Emas 2045, yang bertepatan dengan seratus tahun kemerdekaan Indonesia.
Muhammad Adlin, seorang Staf Ahli Mendikbudristek Bidang Hubungan Kelembagaan dan Masyarakat, mengungkapkan hal ini dalam seminar dan workshop nasional “Gerakan PAUD Profesional Religius menuju Indonesia Emas 2045,” yang diinisiasi oleh DPP LDII pada Sabtu (21/10) di Gedung DPP LDII, Jakarta.
Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, Adlin menekankan pentingnya persiapan dan perencanaan yang matang. Semuanya dimulai dengan pendidikan anak usia dini sebagai langkah awal untuk menciptakan sumber daya manusia berkualitas.
Adlin menjelaskan, “Pendidikan anak usia dini adalah tahap awal dalam proses pembelajaran yang sangat vital. Karena membangun generasi muda dimulai dari pendidikan anak usia dini.”
Dia juga menyoroti tiga faktor kunci yang perlu diintegrasikan dalam dunia pendidikan untuk menciptakan generasi berkualitas. “Kita perlu memberikan pendidikan yang fokus pada pembentukan karakter, etika, dan kreativitas,” tambahnya.
Konsep ini terkait dengan “Kurikulum Merdeka” yang bertujuan untuk meningkatkan karakter dan kemandirian siswa sejak dini. Ini menekankan pengembangan keterampilan abad ke-21 seperti kreativitas, berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi.
Adlin menjelaskan, “Konsep ini mendorong setiap individu, tanpa memandang usia, untuk selalu belajar dan mengembangkan diri, membangun pondasi yang kuat. Dan ini adalah jawaban tantangan di masa depan.”
Dalam kerangka Kurikulum Merdeka, guru memiliki peran lebih dari sekadar memberikan informasi dan pelajaran kepada siswa; mereka juga bertindak sebagai pembimbing dan penggali potensi yang dimiliki oleh siswa.
Adlin memberikan apresiasi untuk LDII yang menerapkan konsep “Sekolah Pamong Indonesia” atau SPI. Konsep SPI sejalan dengan ide Kurikulum Merdeka yang mempromosikan peningkatan kualitas pendidik di Indonesia.
“Istilah ‘Sekolah Pamong Indonesia’ ini penting untuk disebarluaskan karena intinya adalah mengembalikan fungsi guru sebagai pamong atau pelatih,” tambahnya.
Pendapat ini disepakati oleh Ketua Umum DPP LDII, KH. Chriswanto Santoso, yang melihat kegiatan ini sebagai kontribusi LDII dalam mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
“Di tahun 2045, Indonesia akan menghadapi dua momen penting, yaitu bonus demografi dan Indonesia Emas pada 2045. Untuk menyambut hal tersebut, kita harus mencanangkan langkah-langkah untuk berkontribusi aktif agar Indonesia benar-benar mencapai tujuan Indonesia Emas dan bonus demografi,” ujarnya.
Menurutnya, langkah dasar untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dan bonus demografi adalah dengan mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas sejak usia dini. “Kita sepakat bahwa pembangunan SDM harus dimulai sejak dini, bahkan sejak di kandungan oleh ibunya. Karena kita tidak mungkin menciptakan SDM yang berkualitas tanpa ada perencanaan dan persiapan yang matang. Dan PAUD adalah salah satu langkah untuk menyiapkan hal tersebut,” katanya.
LDII telah memberikan perhatian besar terhadap persiapan generasi berkualitas, yang tercermin dalam “8 bidang pengabdian LDII untuk bangsa.” “Kami memiliki delapan program prioritas, dengan empat program pertama berfokus pada pembangunan SDM, termasuk aspek-aspek kebangsaan, keagamaan, pendidikan, dan kesehatan,” tambahnya.
Ben Kasyafani, seorang selebritas, bertindak sebagai moderator dalam kegiatan ini dan menyatakan bahwa ini sangat bermanfaat bagi para guru, terutama guru PAUD, untuk memperoleh metode yang tepat dalam mendidik anak-anak saat ini.
Kegiatan ini juga melibatkan sejumlah narasumber, termasuk Kepala Bapenas RI, Suharso Monoarfa, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI, Yudian Wahyudi, dan Anggota Departemen Pendidikan Umum dan Pelatihan (PUP) LDII, Netti Herawati. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring dan diikuti oleh warga LDII yang tersebar di lebih dari 300 titik di seluruh Indonesia.