Jakarta (23/9). Dalam upaya mewujudkan generasi penerus yang bebas stunting dan tidak bisa ditawar, DPP LDII dan Komisi IV DPR RI telah mencapai kesepakatan mengenai kedaulatan pangan dan gizi. Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, menyarankan agar langkah ini dimulai dari lingkup yang kecil, yaitu rumah tangga.
Pada webinar ketahanan pangan yang diadakan oleh DPP LDII pada Sabtu (23/9) di kantor mereka di Jakarta, Sudin menekankan pentingnya memulai ketahanan pangan dari rumah tangga. Ia mengusulkan pemanfaatan pekarangan rumah tangga untuk budidaya tanaman pangan, seperti yang telah dilakukan di Ponpes Nurul Huda Lampung dengan ternak lele dan kambing. Sudin menjelaskan, “Melalui pemanfaatan pekarangan rumah tangga, dengan budidaya tanaman pangan. Contohnya juga, di Ponpes Nurul Huda Lampung, di sana ada ternak lele dan ternak kambing.”
Acara tersebut diadakan secara hybrid, dengan studi utama di gedung DPP LDII di Jakarta dan diikuti oleh 304 peserta dari unsur pengurus LDII se-Indonesia.
Sudin juga mendorong pembangunan unit pengolahan pupuk organik jika tersedia lahan yang cukup. Ia berpendapat bahwa penggunaan pupuk kimia harus dikurangi dalam jangka panjang. Sudin berharap inspirasi ini dapat diadopsi oleh pengurus DPW LDII lainnya. Sudin menyatakan, “Nanti yang akan datang, kita harus mengurangi penggunaan pupuk kimia. Karena kita tahu, penggunaan pupuk kimia, jangka panjangya bagaimana. Tentunya ini menjadi inspirasi, bagi pengurus DPW LDII yang lainnya.”
Webinar ini sangat relevan mengingat isu krisis pangan yang sedang melanda beberapa negara di dunia. Sudin menekankan bahwa pangan dan gizi adalah hal yang paling penting dalam mengatasi stunting, karena merupakan hak hidup dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Sudin menjelaskan, “Ini menjadi perhatian dan penting bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Pangan dan gizi, untuk mengatasi stunting adalah hal yang paling penting. Karena merupakan hak hidup dasar yang harus dicukupi oleh negara untuk rakyatnya.”
Dalam paparannya, Sudin mendorong perubahan peraturan Menteri Pertanian agar akses bantuan program pertanian tidak hanya terbatas pada kelompok tani, tetapi juga dapat diakses oleh pondok pesantren dan narapidana yang memiliki minat dan kemampuan dalam pertanian. Sudin menyatakan, “Karena saya melihat, misalnya pondok pesantren mau bercocok tanam, (jika mengacu para peraturan sebelumnya) tidak ada fasilitasnya. Juga pada saudara kita yang nasibnya kurang baik di lembaga pemasyarakatan, keluar dari sana, punya ilmu yang mumpuni.”
Sudin menegaskan bahwa penyediaan pangan dan gizi yang cukup membutuhkan kerja sama semua pihak, terutama karena Indonesia sedang menghadapi bonus demografi dengan jumlah penduduk usia produktif yang lebih banyak daripada usia non-produktif. Sudin menjelaskan, “Terlebih saat ini, Indonesia memasuki era bonus demografi. Di mana, jumlah penduduk usia produktif, lebih banyak dari usia non-produktif.”

Sudin juga mencatat bahwa saat ini banyak pemuda yang enggan menjadi petani karena mereka menganggap pekerjaan sebagai tukang ojek lebih menguntungkan secara finansial. Ia berharap bahwa jika bonus demografi dapat dikelola dengan baik, hal ini dapat menjadi modal penting untuk pembangunan Indonesia menuju 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045. Sudin mengungkapkan, “Kala saya tanya, mereka menjawab lebih enak menjadi tukang ojek. Satu hari bisa mendapatkan Rp 100 ribuan, daripada di sawah, belepotan lumpur dan kotor, uangnya belum tentu seberapa.”
Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, menyatakan bahwa ketahanan pangan dan lingkungan hidup adalah program prioritas LDII. Ia mengutip pernyataan Presiden Jokowi yang menekankan pentingnya ketahanan pangan, terutama dalam menghadapi musim kemarau yang disebabkan oleh badai El Nino. Chriswanto menjelaskan, “Bahkan Presiden Jokowi, berkali-kali mengatakan, ketahanan pangan ini perlu. Apalagi di musim sekarang, dengan badai el nino. Menjadikan curah hujan turun di Indonesia dan terjadi kekeringan.”
Beberapa negara yang biasa mengekspor beras ke Indonesia saat ini menutup kran ekspor pangan karena pangan merupakan komoditas strategis terkait kedaulatan. Chriswanto menjelaskan bahwa saat ini terjadi perebutan sumber daya di dunia, termasuk energi, air, pangan, dan logam seperti nikel. Chriswanto menyatakan, “Pertama adalah energi, kedua air, ketiga pangan, dan keempat adalah logam. Seperti nikel, karena merupakan bahan untuk teknologi tinggi yang digunakan di dunia.”
Chriswanto berharap LDII dapat memanfaatkan teknologi seperti kecerdasan buatan untuk mempermudah budidaya pangan di rumah tangga. Ia juga mencontohkan beberapa inisiatif LDII dalam bidang pangan, seperti pengembangan lahan gambut menjadi area agro ekowisata dan penanaman ketela pohon sebagai diversifikasi pangan dan alternatif bahan untuk etanol. Chriswanto menyatakan, “Ada saudara kami yang bisa menjadikan lahan gambut, menjadi produktif. Di Pekanbaru, ada saudara kami, mengembangkan area agro ekowisata, dan di sana berhasil menanam ketela pohon.”
Chriswanto berharap LDII dapat menerbitkan booklet melalui Kordinator Bidang Pengabdian Masyarakat (Penamas) yang memberikan petunjuk sederhana tentang memanfaatkan hortikultura untuk ketahanan pangan di rumah tangga. Ia juga berharap LDII dapat memanfaatkan teknologi seperti kecerdasan buatan untuk mempermudah budidaya pangan di rumah tangga. Chriswanto menyatakan, “Kapan akan melakukan pengairan dan pemupukan, bisa berjalan sendiri. Untuk skala kecil, dan tidak mahal, saya bagaimana membangun ketahanan pangan dari elemen terkecil, yaitu rumah tangga. Oleh karena itu, konsep-konsep sederhana sebagai solusi untuk individu warga negara, maupun kolektif pada negara, dapat diangkat dalam momen Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LDII. Menjadi rekomendasi nasional, untuk membangun ketahanan pangan di Indonesia.”
Acara ini juga dihadiri oleh narasumber dari Badan Pangan Nasional, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan seorang dokter spesialis gizi klinik, serta moderator dari Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Alhamdulillah Dapat Ilmu baru yg sangat bermanfaat untuk Indonesia Emas.
Ldii oke